Sanering dan Redenominasi Apa bedanya?

Friday, August 6, 2010

Wacana penyederhanaan nominal uang atau Redenominasi yang dilemparkan oleh Bank Indonesia telah menimbulkan polemik di masyarakat. Banyak kalangan merasa takut nilai uang mereka menjadi tidak laku. Namun ada juga kalangan yang menyambut baik hal ini dengan alasan agar mempermudah dalam transaksi.

Untuk mencegah salah pengertian antara redenominasi dengan sanering, Bank Indonesia menjelaskan perbedaannya secara rinci. Begini rinciannya.

1. Pengertian.
Redenominasi adalah menyederhanakan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi digit (angka nol) tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. Misal Rp 1.000 menjadi Rp 1. Hal yang sama secara bersamaan dilakukan juga pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat tidak berubah.
Sanering berasal dari bahasa Belanda yang artinya penyehatan, pembersihan atau reorganisasi. Dalam istilah moneter Sanering diartikan pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang, misal Rp 1.000 menjadi Rp 1. Hal yang sama tidak dilakukan pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat menurun.

2. Dampak bagi masyarakat.
Pada redenominasi, tidak ada kerugian karena daya beli tetap sama.
Pada sanering, menimbulkan banyak kerugian karena daya beli turun drastis.

3. Tujuan
Redenominasi bertujuan menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman dalam melakuan transaksi.Tujuan berikutnya, mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dengan negara regional.
Sanering bertujuan mengurangi jumlah uang yang beredar akibat lonjakan harga-harga. Dilakukan karena terjadi hiperinflasi (inflasi yang sangat tinggi).

4. Nilai uang terhadap barang.
Pada redenominasi nilai uang terhadap barang tidak berubah, karena hanya cara penyebutan dan penulisan pecahan uang saja yang disesuaikan.
Pada sanering, nilai uang terhadap barang berubah menjadi lebih kecil, karena yang dipotong adalah nilainya.

5. Kondisi saat dilakukan.
Redenominasi dilakukans saat kondisi makro ekonomi stabil. Ekonomi tumbuh dan inflasi terkendali.
Sanering dilakukan dalam kondisi makro ekonomi tidak sehat, inflasi sangat tinggi (hiperinflasi).

6. Masa transisi
Redenominasi dipersiapkan secara matang dan terukur sampai masyarakat siap, agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat.
Sanering tidak ada masa transisi dan dilakukan secara tiba-tiba.

7. Contoh untuk harga 1 liter bensin seharga Rp 4.500 per liter.

Pada redenominasi, bila terjadi redenominasi tiga digit (tiga angka nol), maka dengan uang sebanyak Rp 4,5 tetap dapat membeli 1 liter bensin. Karena harga 1 liter bensin juga dinyatakan dalam satuan pecahan yang sama (baru).
Pada sanering, bila terjadi sanering per seribu rupiah, maka dengan Rp 4,5 hanya dapat membeli 1/1000 atau 0,001 liter bensin.

Itulah tujuh perbedaan antara Sanering dan Redenominasi. Indonesia pernah mengalami Sanering pada tahun 1959 di masa Presiden Soekarno. Kebijakan waktu itu telah menimbulkan kekacauan karena uang yang dimiliki masyarakat menjadi tidak bernilai seperti semula.

Redenominasi belum pernah kita alami. Namun sebagian besar pakar ekonomi menilai jika kebijakan ini diterapkan maka tidak akan mengurangi daya beli masyarakat, karena penyederhanaan nilai nominal dibarengi pula dengan penyederhanaan harga barang. Redenominasi sangat tepat dilakukan masa sekarang karena perekonomian sedang normal dan stabil.

Karena itu, bank sentral meminta masyarakat tidak perlu resah dan gelisah dengan wacana tersebut. Apalagi, jika nantinya disepakati, baru akan dijalankan dalam beberapa tahun ke depan.

Emas Logam Mulia
http://trenlogammulia.blogspot.com

Bookmark and Share

Baca artikel terkait lainnya :
1. Sanering uang rupiah
2. Delapan alasan mengapa kembali ke Emas

0 comments:

Post a Comment